Kilas Balik Perkorupsian Indonesia
Perilaku dan sifat korup manusia
Indonesia telah dikenal sejak jaman dahulu sampai sekarang dan akan terus
berlanjut entah sampai kapan. Periodisasi
korupsi di Indonesia secara umum dapat dibagi dua, yaitu periode pra dan pasca
kemerdekaan.
Periode
Pra-kemerdekaan. Dari beberapa catatan sejarah, kehancuran kerajaan-kerajaan
besar di Indonesia disebabkan perilaku korup sebagian besar tokoh elite
(pentholan) bangsa pada saat itu. Sebut saja Sriwijaya yang hancur karena tidak
ada penerus setelah mangkatnya raja Bala Putra Dewa dan Majapahit hancur karena
perang saudara (paregreg) setelah
mangkatnya Maha Patih Gajah Mada. Sedangkan kerajaan Mataram di Jawa Tengah,
"loyo" dan semakin melemah karena ditekan dengan politik pecah belah
serta adanya perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang membelah dua wilayah
Mataram menjadi kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Fokus penelitian
sejarah kebanyakan bercerita pada aspek politik, bukan ekonomi seperti usaha
memperkaya diri sendiri dan kerabat kaum bangsawan sehingga merugikan keuangan
negara.
Masa penjajahan Belanda yang berlangsung 350
tahun juga ikut andil dalam membentuk budaya korupsi. Buku History of Java
karya Rafles (1816) menyebutkan karakter orang jawa sangat "nrimo"
atau pasrah pada keadaan, namun memiliki keinginan untuk dihargai orang lain,
tidak terus terang, menyembunyikan persoalan dan oportunis. Bangsawan Jawa
gemar menumpuk harta, memelihara abdi dalem untuk kepuasan karena diharapkan
memberi sanjungan. Budaya Jawa yang demikian akhirnya menimbulkan budaya korup.
Bahkan pegawai VOC yang bergaji relatif kecil pada saat itu juga menyebabkan
suburnya budaya korupsi. Pada tahun 1799 asosiasi dagang VOC (Verenigde Oost
Indische Compagnie) dipelsetkan menjadi
Verhaan Onder Corruptie, runtuh lantaran korupsi.